Rabu, 13 November 2013

Pemimpin Itu Tidak Mengeluh

Berapa kali Anda mendengar orang-orang yang punya jabatan mengeluh? Supervisor yang mengeluh. Manager yang mengeluh. Direktur yang mengeluh. Kalau kata pengamat politik, kepala negara pun suka mengeluh juga. Lucunya, keluhan mereka terdengar oleh anak buahnya. Bayangkan apa yang terjadi pada mental anak buahnya begitu mereka tahu bahwa atasannya pun mengeluhkan pekerjaannya. Makanya, tidak cocok kalau kita menjadi seorang pemimpin, dan kita; mengeluhkan urusan pekerjaan dihadapan anak buah. Memangnya tidak boleh mengeluh? Atasan juga manusia kan?!

Menyelamatkan satu-satunya prajurit Ryan yang masih tersisa dari 4 bersaudara dalam perang dunia kedua adalah tugas Kapten Miller. Perintah itu datang langsung dari pimpinan tertinggi Angkatan Bersenjata Amerika. Ryan harus pulang untuk menghibur Ibunya yang telah kehilangan 3 kakaknya yang gugur dalam pertempuran. Semua anak buah Kapten Miller mempertanyakan kenapa mereka mesti mempertaruhkan nyawa untuk sekedar mencari si Ryan? Lagian belum tentu juga prajurit itu masih hidup. Bisa jadi sudah gugur seperti ketiga kakaknya. Sepanjang perjalanan mereka terus menggerutu. Semua orang, kecuali sang kapten.

“Kapten, Anda tidak pernah mengeluh?” teriak salah seorang prajuritnya.

Lalu Kapten Miller mengatakan. “Sori Rieben, Aku ini seorang kapten. Aku tidak mengeluh kepada kamu.”

Semua anak buahnya terdiam.

Setelah itu dia menambahkan; “Aku punya atasan. Atasanku punya atasan lagi. Atasannya atasanku punya atasan lagi. Begitulah rantai komandonya jika ingin mengeluh,” katanya. “Jadi sori, aku tidak mengeluh kepada kamu....”

Ini pelajaran penting bagi para pemimpin. Ketika mendapatkan target sales yang tinggi, misalnya. 

Mengeluhkan tentang betapa mustahilnya mencapai sales itu kepada anak buahnya merupakan sebuah keteledoran. Selain menurunkan daya juang anak buahnya, itu juga akan menyebabkan hilangnya rasa hormat. Ketika mendapatkan tugas yang sangat berat, misalnya. Tugas apapun yang berkaitan dengan jabatan kita. Oooh, pantang mengeluh dihadapan anak buah. Kapten Miller bilang, “maaf, aku tidak mengeluh kepada kalian....”

Seorang kapten, diangkat untuk menjadi kapten. Maka mental dia mesti lebih kokoh, lebih tangguh dan lebih kuat dibandingkan seorang sersan. Apa lagi dibanding para prajurit. Seorang Supervisor, pun mesti lebih tahan mental dibandingkan dengan staff dan operatornya. Apa lagi jika sudah memegang jabatan manager. Mengeluh dihadapan anak buahnya? Hanya menunjukkan jika dirinya belum siap memegang jabatan itu.

Begitu pula dengan General Manager, Direktur dan seterusnya. Jika jabatan itu tidak diimbangi dengan kekuatan mental yang memadai, maka semakin tinggi jabatan akan semakin besar bebannya. Dan semakin besar pula peluang mengeluhnya. Maka hanya orang yang mentalnya cocok dengan jabatan yang disandangnya saja yang bisa lolos dari godaan mengeluh.

Artikel saya yang sebelumnya mendapatkan reaksi keras dari beberapa pembaca. “Memangnya mengeluh itu dosa!?” katanya. Bahkan ada yang mempertanyakan apakah saya pribadi pernah mengeluh atau tidak. Saya tidak perlu berbohong dengan mengatakan tidak pernah. Tetapi, kepada siapa dan bagaimana kita mengeluh; menjadi faktor pembeda yang bermakna.

Reiben tidak kalah akal. Dia menantang kaptennya dengan berkata begini; “Baiklah kapten. Misalnya saja saya ini mayor. Coba tunjukkan bagaimana caramu mengeluh kepada saya....?” Teman prajuritnya pada tertawa. Seru juga sih. Karena hal seperti itu bisa menjadi hiburan langka ditengah hutan dengan hujan lebat berupa desingan butir peluru dan gelegar halilitar dari meriam.

“Oke,” begitu sambut Kapten Miller. “Mayor Reiben, Sir. Keputusan Bapak itu sangat baik sekali Sir. Saya akan melakukan segala usaha yang saya bisa lakukan untuk bisa mewujudkannya, Sir. Apa pun yang terjadi, saya akan mendukung keputusan Anda, Sir.....”

Sejenak para prajurit itu terdiam. Lalu mereka saling berbisik;”Boleh juga...” Kemudian dibalas oleh temannya; “Sekarang aku mulai menyukainya......”

Seorang kapten yang mengeluh kepada mayornya, cocok sekali untuk menjadi atasan bagi para sersan dan prajurit yang suka mengeluh. Tetapi seorang kapten yang tidak mengeluh, diikuti oleh anak buahnya dengan patuh. Sama seperti para supervisor, para manager dan para leader lainnya yang tidak suka mengeluhkan pekerjaan dan tanggungjawabnya. Mereka layak mendapatkan anak buah yang tangguh-tangguh.

Anda boleh mengatakan bahwa contoh yang saya ceritakan itu hanya cocok dikalangan militer. Diperintah apapun juga ya manut saja. Kalau membangkang disebut disersi. Dan kalau disersi hukumannya bisa tembak mati. Kita ini kan karyawan profesional. Tidak cocok dong gaya kepemimpinan militer untuk kita.

Anda benar jika berpikir begitu. Sekarang izinkan saya untuk menyampaikan apa yang saya alami sendiri. Ketika itu saya mendapatkan surat pengangkatan rangkap jabatan. Didalam surat yang ditandatangani boss besar itu jelas tertulis kalimat berkaitan dengan kompensasi dan benefit yang akan saya terima berkaitan dengan tugas berat tersebut. Tetapi, apa yang terjadi ditanggal gajian? Ternyata apa yang namanya kompensasi dan benefit itu sama sekali tidak tampak. Bisa terima begitu saja? Tidak. Karena jelas kok tertulis dalam surat pengangkatan itu. Maka saya pun menanyakan hal itu kepada atasan saya. Dan atasan saya menanyakan kepada atasannya lagi. Terus naik hingga ke puncak menara.

Beberapa hari kemudian, saya menerima jawabannya. Singkatnya, saya tidak mendapatkan apa yang saya harapkan. Mudah untuk diterima? Tidak. Bisa menerimanya? Saya bisa. Dan saya mengatakan kepada atasan saya, bahwa;”semua tanggungjawab yang berkaitan dengan penugasan itu akan saya tangani dengan sebaik-baiknya. Jika nanti boss melihat saya gagal menjalankan tugas itu, maka kegagalan itu bukan karena saya kecewa dengan keputusan manajemen yang secara sepihak. Kegagalan saya – jika itu terjadi – murni disebabkan karena ketidakmampuan saya.”

Tidak ada pertanyaan lagi. Tapi saya, tidak akan pernah membiarkan diri sendiri gagal menjalankan tugas. Dan saya, tahu persis bahwa; saya bisa melakukannya, dengan sangat baik. Diakhir tahun, kami mengevaluasi pencapaian yang diraih. Semuanya baik. Kondite pun baik. Tanpa diduga, nasib karir dan pendapatan saya pun menjadi lebih baik.

Seorang atasan mungkin saja akan mengeluh, sahabatku. Tapi seorang pemimpin, tidak mengeluh. Maka jika kita masih mengeluhkan pekerjaan dan tanggungjawab kita, itu artinya kita belum menjadi pemimpin. Tidak peduli setinggi apa jabatan Anda – supervisor, manager, direktur, bahkan Presiden sekalipun – jika masih suka mengeluh, Anda belum menjadi pemimpin. Baru jadi pejabat saja.  Baru bisa menjadi atasan. Sebab salah satu faktor pembeda antara pejabat dengan pemimpin itu adalah; pemimpin tidak mengeluh.

Sssst, ijinkan saya membisikkan ini pada Anda. Jika harus mengeluh, begini caranya; bangunlah dimalam sunyi ketika kebanyakan orang tengah terlelap. Ambil air wudlu. Lalu duduklah bersimpuh untuk mencurhatkan semuanya kepada Allah.
 

Dengan begitu, maka keluhan kita akan tetap terjaga kerahasiaannya. Tidak akan ketahuan oleh anak buah kita. Sehingga spirit mereka tetap terjaga. Wibawa kita tidak ternoda. Dan sebagai seorang pemimpin, kita akan ditolong oleh Sang Maha Memimpin. Insya Allah.

(sumber : www.dadangkadarusman.com)


Catatan Kaki:
Fungsi pemimpin itu bukan hanya untuk memerintah, melainkan juga memberi contoh tentang sikap dan perilaku serta tingkah polah yang baik bagi anak buah. Karena setiap anak buah, melihat dan meniru pemimpinnya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan kalau mau komentar :