Jumat, 27 September 2013

Ibu Yang Sekuat 1000 Laki-Laki


Di sebuah masjid di perkampungan Mesir, suatu sore. Seorang guru mengaji sedang mengajarkan murid-muridnya membaca Al Qur'an. Mereka duduk melingkar dan berkelompok. 

Tiba-tiba, masuk seorang anak kecil yang ingin bergabung di lingkaran mereka. Usianya kira-kira 9 tahun. Sebelun menempatkannya di satu kelompok, sang guru ingin tahu kemampuannya. Dengan senyumnya yang lembut, ia bertanya pada anak yang baru masuk itu, "Adakah surat yang kamu hapal dalam Al Qur'an?" "Ya", jawab anak itu singkat. 

"Kalau begitu, coba hapalkan salah satu surat dari juz 'Amma?" pinta sang guru. 

Anak itu lalu menghapalkan beberapa surat, fasih dan benar. Merasa anak tersebut punya kelebihan, guru itu bertanya lagi, "Apakah kamu juga hapal surat Tabaraka?" (Al Mulk) "Ya," jawabnya lagi, dan segera membacanya. Baik dan lancar. Guru itu pun terkagum-kagum dengan kemampuan hapalan si anak. Meski usianya terlihat lebih belia ketimbang murid-muridnya yang ada.


Dia pun coba bertanya lebih jauh, "Kamu hapal surat An Nahl?" Ternyata anak itu pun menghapalnya dengan sangat lancar, sehingga kekagumannya semakin bertambah. 

Sang guru pun coba mengujinya dengan surat-surat yang lebih panjang, "Apa kamu hapal surat Al Baqarah?" Anak itu kembali mengiyakan dan langsung membacanya tanpa sedikit pun kesalahan. 

Semakin penasaran, dan ia ingin menutup rasa penasaran itu dengan pertanyaan terakhir, 

"Anakku, apakah kamu hapal Al Qur'an?" "Ya," tuturnya polos.

Mendengar jawaban itu, seketika ia mengucapkan, "Subhanallah wa masyaallah, tabarakkallah"

Di saat hari menjelang maghrib, sebelum guru tersebut membubarkan anak-anak mengajinya, secara khusus ia berpesan kepada murid barunya, "Besok, kalau kamu datang kembali ke masjid ini, tolong ajak juga orang tuamu. Aku ingin berkenalan dengannya."

Esok harinya, anak itu kembali datang ke masjid. Kali ini ia bersama ayahnya, seperti pesan si guru ngaji kepadanya.

Melihat ayah dari anak tersebut, sang guru bertambah penasaran karena sosoknya yang sama sekalu tidak memberi kesan alim, terhormat dan pandai. 

Belum sempat dia bertanya, ayah si anak sudah menyapa keheranannya terlebih dahulu, "Aku tahu, mungkin Anda tidak percaya bahwa aku ini adalah ayah anak ini. Tapi rasa heran Anda akan aku jawab, bahwa di belakang anak ini ada seorang ibu yang kekuatannya sama dengan seribu laki-laki. Aku katakan pada Anda bahwa di rumah, aku masih punya tiga anak lagi yang semuanya hapal Al Qur'an. Anak perempuanku yang terkecil berusia 4 tahun, dan sekarang sudah hapal Juz Amma."

"Bagaimana ibunya bisa melakukan itu?" Tanya si guru tanpa bisa menyembunyikan kekagumannya.

"Ibu mereka, ketika anak-anak ini sudah mulai bisa bicara, ia mulai pula membimbingnya menghapal Al Qur'an, dan selalu memotivasi mereka melakukan itu. Tak pernah berhenti, dan tak pernah bosan. Dia selalu katakan pada mereka, "Siapa yang hapal lebih dulu, dialah yang menentukan menu makan malam kita malam ini," "Siapa yang lebih cepat mengulangi hapalannya, dialah yang berhak menentukan kemana kita jalan-jalan pada liburan nanti." Itulah yang selalu dikatakanibunya, sehingga terciptalah semangat bersaing dan berlomba di antara mereka untuk memperbanyak dan mengulang-ulang hapalan Al Qur'an mereka," jelas si ayah memuji istrinya.

---------------------------------------------------------------------------

Sebuah keluarga biasa, yang melahirkan anak-anak yang luar biasa, karena energi seorang ibu yang biasa.

Setiap kita, dan semua orang tua tentu bercita-cita anak-anaknya menjadi generasi yang shalih, cerdas dan membanggakan. Tetapi, tentu saja hal itu tidaklah mudah. Apalagi membentuk anak-anak itu mencintai dan menghapal Al Qur'an. Butuh perjuangan. Perlu kekuatan. Meski tekun dan bersabar melawan rasa letih dan susah, tanpa kenal batas. Maka wajar jika si ayah mengatakan, "Di belakang anak ini ada seorang ibu yang kekuatannya sama dengan seribu laki-laki.
 
Ya, perempuan yang telah melahirkan anak itu memang begitu kuat dan perkasa. Sebab membuat permulaan yang baik untuk kehidupan anak-anak, sekali lagi tidak mudah. Hanya orang-orang yang punya kemampuan dan motivasi yang bisa melakukannya. Dan tentu saja modal pertamanya adalah keshalihan diri. Tidak ada yang lain.

Ibu si anak yang cerdas ini, kira-kira dialah cerminan seorang perempuan shaliha yang menularkan keshalihannya kedalam kehidupan rumah tangganya. Dialah contoh perempuan yang sangat diwasiatkan Rasulullah SAW kepada kaum laki-laki untuk mereka jadikan pendamping hidup di antara sekian banyak wanita, dengan menanggalkan prioritas harta, kecantikan, dan keturunan, seperti sabda beliau SAW, "Wanita dinikahi karena empat perkara; karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya. Maka pilihlah wanita yang taat beragama, niscaya engkau beruntung." (HR Bukhari dan Muslim).

-----------------------------------------------
Sumber: Tabloid Tarbawi

(sah, http://insankamila.blogspot.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan kalau mau komentar :